IQNA

Catatan/

Tetapi dan Jika Masa Depan Perang dan Perdamaian di Yaman

11:32 - February 21, 2021
Berita ID: 3475079
TEHERAN (IQNA) - Penghapusan nama Ansarullah Yaman dari daftar kelompok teroris yang terjadi minggu lalu dengan tujuan untuk terus memberikan bantuan internasional kepada rakyat Yaman telah menimbulkan banyak harapan tentang pembukaan kendati kecil dalam urusan rakyat Yaman saat ini. Demikian juga janji untuk tidak menjual senjata ke negara-negara Teluk, termasuk Arab Saudi, memperkuat kemungkinan berkurangnya ketegangan di kawasan tersebut.

Dr Hamid Hashamdar, seorang dosen universitas dan direktur pelaksana Pusat "Dialog Damai untuk Semua", menulis dalam sebuah catatan untuk IQNA berjudul "Tetapi dan Jika Masa Depan Perang dan Perdamaian di Yaman" tentang krisis saat ini di Yaman: “Dalam beberapa hari dan minggu baru-baru ini, pemerintahan Joe Biden telah mengisyaratkan penghentian dan pembalikan kebijakan anti-hak asasi manusia AS sebelumnya dengan menghapus gerakan Ansarullah Yaman dari daftar kelompok teroris dan merevisi beberapa kesepakatan senjata dengan negara-negara Teluk Arab.”

Pemerintah AS telah mendukung koalisi militer pimpinan Saudi selama enam tahun terakhir. Di era Donald Trump, dukungan itu berlipat ganda, yang menyebabkan meningkatnya perang saudara, pembunuhan, imigrasi, dan peningkatan kemiskinan negara ini.

Trump telah aktif dalam meningkatkan kejahatan hak asasi manusia terhadap orang-orang Yaman yang tidak berdaya dengan tujuan ganda untuk menghasilkan pendapatan dari Arab Saudi dan menekan Iran untuk bernegosiasi. Rakyat Yaman, sebagai salah satu negara termiskin di dunia, kini menghadapi tekanan ekonomi yang parah, perang dan pertumpahan darah di satu sisi, dan konsekuensi dari virus Covid-19 di sisi lain.

Kurangnya fasilitas kesehatan, obat-obatan dan makanan telah menambah korban jiwa di negeri ini. Anak-anak dan wanita Yaman saat ini sedang mengalami masa tersulit dalam hidup mereka di depan mata dunia. Secara umum, situasi perdamaian secara keseluruhan di Yaman rapuh, dan aktor internasional yang mempengaruhi masalah ini memiliki perbedaan yang dalam tentang bagaimana mencapai perdamaian di negara tersebut.

Sekarang, dengan kurang dari tiga bulan setelah Joe Biden menjabat, dia tampaknya telah mengadopsi kebijakan baru dan berbeda terhadap pendahulunya di Timur Tengah, dan Yaman tidak terkecuali. Penghapusan Houthi dari daftar kelompok teroris yang terjadi minggu lalu dengan tujuan untuk kesinambungan bantuan kepada organisasi internasional kepada rakyat Yaman telah meningkatkan banyak harapan tentang pembukaan kendati kecil dalam urusan rakyat Yaman saat ini.

Demikian juga, janji untuk tidak menjual senjata ke negara-negara Teluk, termasuk Arab Saudi, memperkuat kemungkinan berkurangnya ketegangan dan konflik di wilayah tersebut.

Secara umum, masalah yang selalu menjadi penting dan jelas tentang ketegangan di Timur Tengah adalah bahwa masalah regional harus diselesaikan dengan kearifan kolektif masyarakat di wilayah ini, dan ini akan tetap demikian selama kekuatan transregional ikut campur. Sementara itu, perlu ditekankan bahwa situasi hak asasi manusia di Yaman dan dampak perang terhadap isu sensitif ini tidak boleh dilupakan. Hak asasi manusia bukanlah nama samaran untuk pemalsuan, dan perbaikannya di Yaman harus menjadi salah satu masalah yang dibahas oleh pihak-pihak yang bernegosiasi.

Sebagaimana yang telah berulang kali ditekankan oleh Republik Islam, perdamaian di Yaman harus terjadi dalam negosiasi Yaman-Yaman, dan aktor transnasional seharusnya hanya pensupport untuk dialog dalam menyelesaikan masalah tersebut, namun, sementara itu, mengingat kekuatan dan pengaruh kedua negara, Republik Islam Iran dan Arab Saudi, sebagaimana jika proses deeskalasi ketegangan antara kedua belah pihak dilakukan maka akan berdampak langsung pada krisis yang sedang terjadi di Yaman, dan harapan mengenai perdamaian akan meningkat. (hry)

 

3954984

captcha